Diskusi Kelompok Terpumpun Komunitas Sastra (Pendongeng) Balai Bahasa Kalimantan Selatan
Cerita rakyat yang berjenis; legenda, mite, fabel, dan dongeng merupakan warisan bangsa Indonesia yang tersebar kepada para generasi yang penyampaiannya secara lisan oleh orang yang memiliki keahlian di bidang mendongeng dengan cara disampaikan dari mulut ke mulut. Pada masa jayanya, tradisi mendongeng pada sebagian besar masyarakat Nusantara (terutama di kalangan ibu rumah tangga), banyak dari mereka memiliki keahlian sebagai pendongeng atau dongeng menjelang tidur kepada anak-anaknya dan keahlian itu dilakukan secara otodidak atau keahlian secara alami. Pewarisan cerita lisan (mendongeng), memuat gambaran tentang nilai-nilai kehidupan dan konsepsi masyarakat tempo dulu. Dongeng secara umum banyak lahir dari imajinasi manusia atau khayalan manusia tentang kehidupan mereka sehari-hari yang dari waktu ke waktu dapat berubah, bahkan mengurangi dan menambahkan sesuai dengan keperluan zamannya. Proses berlangsungnya cerita dongeng itu menghasilkan, salah satunya ialah sebuah kepercayaan. Dalam cerita dongeng inilah khayalan manusia memperoleh kebebasan yang mutlak, karena di situ, kita dapat temukan hal-hal yang tidak masuk akal, yang tidak mungkin ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, cerita tentang bidadari turun dari langit yang selendangnya dicuri oleh seorang perjaka; seorang anak durhaka kepada ibunya yang kemudian dikutuk menjadi batu, dan cerita si kancil mencuri ketimun atau cerita para nabi yang cukup digemari oleh anak-anak pada masanya. Untuk memahami kebudayaan masyarakat pemilik cerita, fenomena itu tidak kemudian dinilai apakah cerita yang disampaikan nyata atau tidak. Namun, harus dipahami dan dapat dilihat bagaimana cerita rakyat itu berlangsung dan bekerja di dalam kehidupan masyarakat. Secara umum cerita rakyat (dongeng) itu berkembang luas di masyarakat Nusantara, termasuk dalam masyarakat Melayu Banjar di Kalimantan Selatan.
Peran penting cerita dongeng dalam masyarakat mampu mengomu-nikasikan tradisi, pengetahuan, dan adat istiadat dengan etnis tertentu, atau menguraikan pengalaman-pengalaman manusia, baik dalam dimensi perseorang-an maupun dalam dimensi sosial kepada etnik lain, terutama ingatan di masa anak-anak hingga dewasa nanti. Makin banyak kita memahami dan membaca cerita dongeng, maka seseorang akan makin kaya pula pengetahuan akan kebudayaan yang melampaui batas ruang dan waktu. Dewasa ini, berbagai cerita tentang dongeng sudah banyak dibukukan dan disebarluaskan, sehingga membantu setiap pembaca untuk memahami logika di balik berbagai cerita dongeng dari luar daerahnya. Pemahaman atas logika dongeng akan dapat menyadarkan setiap orang bahwa dongeng yang sepintas lalu terdengar aneh dan tidak masuk akal, ternyata tidak aneh dan sangat masuk akal. Kesadaran semacam ini akan dapat membangkitkan penghargaan terhadap budaya lain, serta menumbuhkan kesadaran multikultural pada dirinya.
Masyarakat sebagai pemilik dongeng tidak mempermasalahkan apakah suatu cerita itu nyata atau tidak dan masuk akal atau tidak. Hendaknya, dongeng semata-mata dijadikan sarana komunikasi, pengembangan pengetahuan, dan pembentukan karakter dan perilaku terhadap alam dan sekitarnya. Yang lebih penting, ialah bagaimana mengartikulasikan hal-hal abstrak ke dalam bahasa yang mudah dipahami oleh mereka sebagai pemilik cerita dan adat istiadat, terutama cerita dongeng dan adat istiadat itu untuk sampai kepada anak-anak atau generasi mereka, sehingga cerita dongeng yang mereka yakini sebagai bagian dari kehidupan di sekeliling mereka, tetap hidup dan terjaga. Sarana yang mudah untuk menggambarkan sesuatu yang abstrak, ialah benda-benda atau makhluk-makhluk yang ada di sekitar mereka, sebagai metafor tentang alam, seperti; hutan, gunung, batu besar, goa, pohon keramat, dan lain-lain. Agar sebuah pesan yang datangnya dari proses alam di sekeliling mereka itu dapat dipahami dan diterima. Penggambaran tentang perilaku dan sifat-sifat, seperti kejujuran, kesetiakawanan, cerdas, cantik, anggun, disamakan dengan fenomena alam sehari-hari di sekitar mereka. Oleh karena itu, umumnya masyarakat adat yang menganggap alam menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Pewarisan nilai dan konsepsi melalui cerita dongeng yang sudah sedemikian mapan itu, telah menjadi budaya turun-temurun di masyarakat setempat (daerah) dan masyarakat Nusantara. Cerita dongeng tidak saja merefleksikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat dahulu, tetapi juga mengantarkan nilai-nilai itu kepada masyarakat sekarang. Hal itu disebabkan cerita dongeng pada satu generasi diwariskan dari cerita masyarakat sebelumnya. Dengan memahami dan menceritakan kembali cerita-cerita lama kepada anak-anak, maka proses pewarisan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya akan tetap hidup, serta akan menumbuhkan kecintaan pada lingkungan, pada budaya sendiri sebagai warisan budaya nenek moyang mereka, dan kemudian akan diwariskan juga kepada setiap generasi berikutnya.
Untuk menumbuhkan tradisi dongeng atau mendongeng di masyarakat, saat ini tampaknya memerlukan kerja keras. Oleh karena itu, Balai Bahasa Kalimantan Selatan dalam rangka menumbuhkan minat dan bakat masyarakat tersebut, haruslah melakukan pembinaan-pembinaan kepada masyarakat, terutama kepada para guru (pendidik) PAUD, TK, dan SD. Oleh karena itu pula, kegiatan pembinaan terhadap para pendidik itu, akan diwujudkan dalam sebuah diskusi kelompok terpumpun dalam wadah komunitas sastra (pendongeng).
Kegiatan tersebut melibatkan dua puluh orang peserta yang dilakasanakan pada tanggal 22—24 September 2017, bertempat di Hotel Jelita Banjarmasin dapat berlangsung dengan baik. Peserta yang mayoritas dari kalangan guru PAUD, TK, dan SD tersebut berpendapat, bahwa kegiatan atau diskusi terpumpun bagi komunitas sastra semacam itu jarang mereka dapatkan. Oleh karena itu, mereka menyampaikan ucapan terima kasih kepada Balai Bahasa Kalimantan Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dari hasil diskusi itu, mereka mengharapkan agar Balai Bahasa Kalimantan Selatan memfasilitasi kegiatan mereka untuk selanjutnya, yaitu mengasah keterampilan mendongeng, tidak hanya sekadar pengalaman secara otodidak mendongeng ketika mengajar di tempat mereka masing-masing. Namun, harapan itu diwujudkan dalam bentuk pembinaan yang dilakukan secara berkelanjutan oleh Balai Bahasa Kalimantan Selatan yang melibatkan pembimbing yang ahli mendongeng (professional), agar mereka juga menjadi pendongeng yang memiliki keterampilan yang baik atau professional juga.
(saefuddin)