Cerita, Bacaan (untuk) Anak-anak
Cerita, Bacaan (untuk) Anak-anak
Yanusa Nugroho
“Cerita” selama ini, tanpa kita sadari sepenuhnya, dianggap atau disamakan dengan “dongeng”; yang biasanya disampaikan secara lisan. Tentu saja, pendapat ini ada benarnya. Di sini, saya memaknai “cerita” sebagai “bahan” atau materi yang akan disampikan kepada khalayak (audience; yang bisa saja sebagai pembaca, pendengar, atau penonton). Dengan demikian, Cerita untuk Anak, saya pahami sebagai ‘materi/bahan’ yang akan kita sampaikan kepada anak- anak (audience); bisa apa saja dan tidak harus dongeng.
Bercerita dan Membaca
Setiap manusia dikaruniai Tuhan kemampuan untuk bercerita; siapapun dia. Jika kita amati, di sekitar kita, bahkan bayi pun sudah ‘bercerita’ (yang barangkali tidak semua di antara kita bisa memahami maksudnya/isi ceritanya). Jadi, siapa pun kita, yakinlah, mampu bercerita tentang sesuatu yang kita ketahui. Dengan kata lain, kita semua sebetulnya diberi kemampuan alamiah untuk menyampaikan secara lisan “bahan/materi” yang kita ketahui kepada khalayak umum/khusus di sekitar kita.
Berbeda dari bercerita (lisan), menulis dan membaca (kan) cerita, adalah sesuatu yang harus dipelajari secara khusus. Menulis cerita tentu bisa diwujudkan jika kita mempelajari caranya, memahami unsur-unsurnya dan sebagainya. Begitu pula dengan membaca(-kan) cerita, tentu harus menguasai ‘siapa/berapa usia khalayak yang dihadapi’ selain memahami ‘isi’ cerita dan memahami ‘bagaimana’ menyampaikannya.
Alih Wahana
Materi cerita yang akan disampaikan kepada anak-anak, sebaiknya memperhatikan beberapa hal. Pertama ‘apakah materi tersebut mengangkat perihal ‘ilmu pengetahuan’ (misalnya: Mengapa Bola Lampu Bisa Menyala’) atau mengangkat ‘dongeng’ (misalnya: Puteri Katak).
Berikutnya, yang perlu kita cermati, selain persoalan materi, adalah berapa usia anak-anak yang akan menerima ‘materi’ dari kita. Jika dihadapkan dengan anak-anak Balita, tentu cara kita harus berbeda dari anak-anak Sekolah Dasar. Begitu pula ketika dihadapkan dengan anak-anak kelas 5 hingga 9, jelas sekali menuntut cara yang sama sekali berbeda.
Hal berikutnya adalah wahana penyampaian. Selain ‘mendongeng’/’bercerita’ atau ‘menulis’/’membaca(kan)’ perlu dipertimbangkan wahana lain untuk penyampaian materi.
Dengan pertimbangan ‘alih wahana’ ini, sebuah teks cerita tidak hanya disampaikan dengan membacakannya, atau bahkan menampilkannya sebagai sebuah pertunjukan teater anak-anak, tetapi juga sebagai film animasi; apalagi bila bisa disiarkan televisi secara internasional seperti “Upin-Ipin”, atau “Little Krisnha”, misalnya, tentu akan sangat cepat (dan menyenangkan) tersebar ke dunia anak-anak.
Lakuan
Yang saya maksudkan dengan ‘lakuan’ ini adalah ‘tindakan nyata’ tokoh dari cerita yang kita sampaikan. Mungkin bisa saya uraikan begini.
Suatu ketika si kerbau bertemu si buaya, yang kesakitan karena tertimpa batang kelapa. Si kerbau yang merasa kasihan, segera menanduk batang kelapa tersebut, dan membuat si buaya terbebas dari himpitan batang kelapa. Namun, buaya masih minta tolong agar dibantu kembali ke sungai, karena tubuhnya masih lemah. Si kerbau menyanggupi, lalu meminta si buaya naik ke punggungnya.
Akan tetapi, ketika sampai di tepi sungai, si buaya tidak segera turun dan merengek agar dibawa ke tengah sungai. Dengan sabar si kerbau membawanya ke tengah sungai. Dan di tengah sungai, ketika si kerbau terengah-engah berenang, si buaya malah mengancam akan menggigitnya dan menjadikan kerbau sebagai makanannya.
Kerbau sedih dan menangis, sementara si buaya bergembira ria. Datanglah si kancil.
Kerbau hanya menangis ketika ditanya si kancil, tetapi buaya justru bangga, bahwa siapapun yang ada di ‘rumah’ buaya akan menjadi santapan buaya. “Hmm.. benar juga katamu, buaya” ucap si kancil yang membuat si kerbau melolong dan si buaya terbahak-bahak.
“Tapi, kalau si kerbau ini datang ke rumahmu, atas undanganmu, ..jelas tidak berlaku peraturanmu itu..”
“Dia tidak kuundang. Kerbau bodoh ini dengan sukarela ke rumahku..” si buaya menjawab pertanyaan kancil.
“Maksudmu bagaimana?” kata kancil. Lalu kerbau sambil terisak-isak menceritakan semuanya sejak awal. Buaya membenarkan, tapi kancil belum puas. “Sebentar.. Kerbau, maukah kau berbuat baik sekali lagi kepada buaya..aku masih belum jelas.. Tunjukkan di mana si buaya tadi tertimpa pohon..”
Singkat cerita, digendonglah si buaya kembali ke tempat semula. Diturunkkannya si buaya di tempat itu, lalu batang kelapa itu pun diletakkan kembali ke punggung buaya. “Ooo.. begini, rupanya?” ujar kancil.
“Yaa.. aduuh, berat ini.. tolong kerbau singkirkan batang kelapa ini…” kata buaya kesakitan.
“Kerbau, tinggalkan dia. Jangan dengar ucapannya. Pulanglah. Biarkanlah si buaya ini menikmati kelicikan hatinya.. “
***
Selesai sampai di situ, tak perlu ada ‘pesan amanat’ tetapi, anak-anak akan diajak ‘merenungkan’ lakuan tiap tokohnya dengan baik. Saya percaya, anak-anak akan terlibat secara emosional, karena mereka kita ‘biarkan’ (baca: bimbing) mengembangkan imajinasinya.
Demikian, pengantar dari saya.
sekilas Yanusa Nugroho
Kumpulan cerpennya: Bulan Bugil Bulat (1989), Cerita di Daun Tal (1992), Menggenggam Petir (1996), Segulung Cerita Tua (2002), Kuda Kayu Bersayap (2004) Tamu dari Paris (2005), Setubuh Seribu Mawar (2013). Cerpennya “Orang-orang yang Tertawa” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dalam kumpulan cerpen berjudul Diverse Lives—editor: Jeanette Lingard (1995). Novelnya: Di Batas Angin (2003), Manyura (2004), Boma (2005). Salah satu cerpennya, Kunang-kunang Kuning (1987) meraih penghargaan Multatuli dari Radio Nederland., “Wening”, cerpennya, mendapat Anugrah Kebudayaan 2006 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Novelnya “BOMA” mendapat penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa, pada thn 2007. Mendapat Anugrah Kesetiaan Berkarya dari Kompas thn 2011, Cerpennya “Selawat Dedaunan” mendapat Anugrah Cerpen Terbaik Kompas 2012. Pada 2016 dia mendapat anugerah South East Asia Write (SEA Write Award- penghargaan Sastra se-Asia Tenggara, dari Kerajaan Thailand.
Sejak tahun 2000 dijadikan narasumber untuk berbagai pelatihan penulisan cerpen bagi siswa dan guru, ke pelbagai daerah, oleh Badan Bahasa (dulu Pusat Pengembangan Bahasa) lewat Balai dan Kantor-kantor Bahasa di berbagai propinsi di Indonesia–terutama di wilayah Indonesia Tengah dan Timur.
=================
Artikel ini juga dapat dibaca dan diunduh di .
Untuk mendapatkan buku-buku cetak/digital kami, silakan hubungi atau kunjungi Balai Bahasa Kalimantan Selatan.
(edwin)