Sasirangan: Kolaborasi Budaya dan Teknologi dalam Literasi Bahasa dan Sastra
Anisa Rahmi dan Ramdani
(Duta Bahasa Kalimantan Selatan 2023)
I Pendahuluan
Budaya dan teknologi merupakan dua aspek yang saling berkaitan dan terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hubungan yang kompleks antara keduanya telah membentuk peradaban manusia selama berabad-abad. Teknologi memiliki kemampuan untuk membentuk dan mengubah budaya dengan cara yang signifikan. Contohnya pengaruh internet terhadap interaksi sosial, pekerjaan, dan hiburan.
Internet telah mengubah cara manusia berinteraksi dan bekerja sehingga memengaruhi norma, nilai, bahasa, dan budaya di masyarakat. Teknologi juga dapat berfungsi sebagai media ekspresi bahasa dan budaya. Seni yang menggunakan perangkat digital dan media sosial adalah contoh pemanfaatan teknologi untuk menghasilkan budaya kontemporer.
Namun, perubahan ini juga menimbulkan masalah baru. Jika tidak dapat memanfaatkan untuk hal positif, kemajuan teknologi dapat mengancam identitas bahasa dan budaya tradisional. Pada era globalisasi, masyarakat sering dihadapkan pada dilema untuk mempertahankan warisan budaya mereka sambil memanfaatkan teknologi modern. Sementara itu, perkembangan teknologi sering kali menimbulkan pertentangan etika dalam kehidupan sosial. Permasalahan etika dalam bermedia sosial ini mencerminkan bahwa teknologi dapat memengaruhi nilai dan norma budaya.
Dalam era globalisasi dan teknologi, banyak aspek budaya dan sastra di seluruh dunia mengalami penurunan dan bahkan kemungkinan kepunahan. United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) mencatat bahwa banyak warisan budaya dan sastra yang berada dalam kondisi kritis, dan beberapa di antaranya bahkan telah menghilang secara perlahan (Maggalatung, 2021). Hal ini memberikan kita pelajaran tentang pentingnya tidak hanya melestarikan bahasa dan sastra, tetapi juga mempertahankan jendela ke dalam warisan budaya dan pengetahuan leluhur suatu masyarakat (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2022).
Permasalahan ini juga sangat relevan di Indonesia. Terdapat beragam budaya dan sastra di setiap daerah, tetapi banyak di antaranya yang menghadapi risiko penurunan dan kepunahan. Penyebab utama dari permasalahan ini adalah berkurangnya minat dan rasa peduli terhadap warisan budaya dan sastra, terutama dari generasi muda, serta pengaruh budaya luar yang semakin meresap (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2022). Data ini semakin menegaskan perlunya upaya revitalisasi dan pelestarian budaya dan sastra untuk mencegah kepunahan warisan berharga ini.
Masalah yang dihadirkan dalam tulisan ini adalah bagaimana peran generasi muda memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan budaya literasi bahasa dan sastra lokal?
Berdasarkan hal itu, tulisan ini bertujuan menjawab permasalahan yang muncul tersebut, yaitu peran generasi muda memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan budaya literasi bahasa dan sastra lokal.
II Pembahasan
Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai salah satu wilayah di Indonesia, memiliki permasalahan dalam bidang budaya dan sastra. Di tengah keberagaman suku dan masyarakat yang mendiami provinsi ini, tradisi dan sastra khas yang dimiliki oleh suku Banjar, semakin terancam (Yulianto, 2021). Faktor-faktor seperti perubahan pola pikir, urbanisasi, dan pengaruh budaya global, turut berkontribusi perlahan pada memudarnya budaya dan sastra tradisional yang seharusnya menjadi bagian integral dari identitas masyarakat di Kalimantan Selatan. Generasi muda Indonesia, khususnya generasi milenial, memiliki karakteristik yang unik. Mereka tumbuh di era teknologi digital dan internet, yang membawa dampak pada cara berkomunikasi dan berinteraksi.
Berbagai hal dapat timbul dari perkembangan budaya dan kemajuan teknologi digital saat ini. Hal ini berdampak pada kondisi budaya lokal dalam kehidupan sosial generasi muda. Di antara dampak tersebut adalah (1) perubahan cara pandang sosial budaya generasi muda yang lebih memedulikan budaya luar daripada budaya lokal. Perubahan perspektif sosial budaya ini akibat adanya anggapan bahwa budaya luar lebih prestise sehingga apresiasi dan rasa bangga terhadap budaya lokal kian berkurang. Hal ini dapat menghilangkan rasa cinta dan rasa ingin mempertahankan budaya sendiri.
(2) Penurunan sikap positif generasi muda terhadap budaya lokal yang dapat mengancam keberadaan budaya lokal. Penurunan ini menjadi hal serius yang dapat mengancam keberadaan atau eksistensi budaya lokal. Jika sikap positif ini tidak dipelihara dengan baik, eksistensi budaya lokal dan nilai-nilai yang ada di dalamnya akan terus memudar. Oleh sebab itu, generasi muda perlu mendapat pemahaman akan pentingnya sikap postif terhadap budaya lokal. Dengan demikian, budaya lokal dapat lebih dihargai, selanjutnya dilakukan upaya pelestarian sebagai dasar identitas bangsa.
(3) Pergeseran minat generasi muda terhadap budaya lokal di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi. Pergeseran ini sangat dipengaruhi oleh budaya luar yang masuk melalui media sosial dan internet. Selain itu, kurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap budaya lokal juga sangat memengaruhi pergeseran minat generasi muda ini. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pengembangan strategi yang melibatkan generasi muda dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal, termasuk bahasa dan sastra daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui kurikulum di sekolah dan program lain berisi kampanye tentang kesadaran melestarikan budaya lokal. Masuknya pelajaran bahasa, sastra, dan budaya daerah sebagai muatan lokal dalam kurikulum di tingkat SD, SMP, dan SMA dapat menjadi alternatif upaya pelestarian bahasa, sastra, dan budaya lokal.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Duta Bahasa Provinsi Kalimatan Selatan untuk peningkatan minat dan pelestarian bahasa dan sastra daerah adalah berupa Sasirangan (Bahasa dan Sastra Masyarakat Kalimantan Selatan). Sasirangan ini merupakan media realitas virtual yang dapat menjadi sarana pembelajaran bagi generasi muda tentang literasi bahasa dan sastra. Sasirangan dapat menjadi solusi yang efektif dalam upaya pelestarian bahasa dan sastra daerah di era globalisasi dan teknologi. Melalui pendekatan berbasis realitas virtual, Sasirangan memanfaatkan potensi generasi muda untuk terlibat aktif dalam upaya pelestarian bahasa, sastra, dan budaya lokal. Sasirangan menyediakan ruang virtual berisi konten berbahasa Banjar, seperti video pendek, cerita berbahasa daerah, dan peribahasa berbahasa daerah. Sebagai program yang memanfaatkan kemajuan teknologi, Sasirangan dapat menjadi sarana meningkatkan keterampilan literasi bahasa dan sastra, literasi sains, dan literasi digital di kalangan generasi muda. Sasirangan bertujuan mengenalkan dan melestarikan eksistensi bahasa, sastra, dan budaya lokal, khususnya yang ada di daerah Kalimantan Selatan. Lebih lanjut, Sasirangan dapat dikembangkan untuk mengenalkan dan melestarikan eksistensi bahasa, sastra, dan budaya dari daerah lain di Indonesia. Program yang menggabungkan teknologi dan kreativitas ini menyediakan platform bagi generasi muda untuk menjadi agen pelestari bahasa dan sastra daerah. Selain itu, program ini diharapkan dapat menjadi media untuk mempromosikan warisan tak benda lainnya.
III Penutup
Kehadiran Sasirangan dapat menjadi solusi bagi generasi muda sebagai agen pelestari bahasa, sastra, dan budaya daerah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Penggabungan teknologi dan kreativitas dalam program ini dapat mewadahi generasi muda yang tertarik dengan teknologi dan literasi digital. Berbagai konten yang berisi kebahasaan dan kesastraan ini menjadi sarana untuk meningkatkan literasi bahasa dan sastra di kalangan generasi muda. Program berbasis realitas virtual ini pun dapat menjadi media untuk mempromosikan warisan tak benda lainnya.
Saran yang membangun penulis harapkan untuk mengembangkan program ini menjadi lebih bermartabat dan bermanfaat.
Mari kita lestarikan bahasa, sastra, dan budaya daerah sebagai wujud cinta pada bangsa dan negara Indonesia.
Daftar Pustaka
Alam. (1998). Globalisasi dan Perubahan Budaya: Perspektif Teori Kebudayaan. Jurnal Antropologi Indonesia, 1-11.
Budiati. (2009). Sosiologi Kontektual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan.
Dani, M. (2008). Pembelajaran Interaktif dan Atraktif Berbasis Game dan Animasi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia. Jakarta: e-Indonesia Initiative.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2022). Mendikbudristek Luncurkan Merdeka Belajar 17: Revitalisasi Bahasa Daerah. Tersedia dari: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/02/mendikbudristek-luncurkan- merdeka-belajar-17-revitalisasi-bahasa-daerah.
Maggalatung, M., Ridwan, M., Syarifudin, S., Darma, D. & Sulaeman, S. . (2021). Reviewing Sepa Language Extinction of The Indigenous Peoples of Amahai, Moluccas, Indonesia. . Technium Social Sciences Journal, 22(1), 778–789.
Soemardjan S, Soenardi S. . (1964). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Tubuh Penerbit Fakultas Ekonomi Kampus Indonesia.
Sudjoko, E. A. (2008). Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Universitas Terbuka.
Yulianto, A. (2021). Media-Media Pelestarian Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Banjar Sebagai Upaya Pemertahanan Bahasa Ibu Di Kalimantan Selatan. Multilingual, 20 (1), 66-76.
Wibawa S. (2007). Implementasi Pembelajaran Bahasa Daerah Sebagai Muatan Lokal. [Diakses dari uny.ac.id]. pp. 1-14